ASI (Air Susu Ibu) merupakan makanan bagi bayi yang baru lahir. Karena bayi baru lahir perlu nutrisi dan energi juga untuk bisa bertahan hidup. Maka ASI perlu di berikan secara intensif walaupun si bayi kurang mau meminumnya. Dan jangan sekali-kali memberikan Susu Formula sebelum bayi Anda berusia 6 bulan.
Terkadang setelah bayi baru lahir entah itu di bidan atau Rumah Bersalin, ada bidan atau tenaga kesehatan yang menawarkan atau memberikan Susu Formula, padahal ASI lah yang seharusnya diberikan. Lalu apakah
ada aturan yang berhubungan dengan pemberian ASI yang melarang rumah sakit,
dokter atau tenaga kesehatan untuk memberikan susu formula kepada bayi dan ibu?
Berikut penjelasannya yang di kutip dari laman hukumonline.com
Bicara mengenai air susu ibu (ASI) biasanya
tak terlepas dari istilah ASI Eksklusif. ASI
Eksklusif sendiri didefinisikan sebagai ASI yang diberikan kepada bayi sejak
dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan
makanan atau minuman lain. Demikian tertuang dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi
Administratif bagi Tenaga Kesehatan, Penyelenggara Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, Penyelenggara Satuan Pendidikan Kesehatan, Pengurus Organisasi
Profesi di Bidang Kesehatan, serta Produsen dan Distributor Susu Formula Bayi
dan/atau Produk Bayi Lainnya yang Dapat Menghambat Keberhasilan Program
Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif (“Permenkes 15/2014”).
Sementara
Susu Formula Bayi adalah susu yang secara khusus diformulasikan sebagai
pengganti ASI untuk bayi sampai berusia 6 (enam) bulan. Demikian definisi
berdasarkan Pasal 1 angka 4Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2013 tentang Susu
Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya(“Permenkes 39/2013”).
Dua
Permenkes tersebut adalah peraturan turunan dari Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif (“PP ASI”). Keberadaan
peraturan yang memuat mengenai ASI ini seakan menegaskan pentingnya ASI bagi
perkembangan bayi. Bahkan peraturan tersebut juga memuat tugas dan kewajiban
pemerintah untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya
pemenuhan gizi bagi bayi dengan pemberian ASI eksklusif. Dan di saat bersamaan
mengawasi penggunaan susu formula bagi bayi di masyarakat.
Lewat
dua Permenkes yang disebut di atas, pemerintah juga menjabarkan kewajiban yang
mesti dilakukandan larangan yang tidak boleh langgar oleh tenaga kesehatan (seperti
dokter) dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan (misalnya rumah sakit).
Kewajiban
tersebut antara lain memberikan informasi dan edukasi ASI Eksklusif kepada Ibu
dan/atau anggota keluarga dari bayi yang bersangkutan sejak pemeriksaan
kehamilan sampai dengan periode pemberian ASI Eksklusif selesai. (Pasal 2 huruf
c dan Pasal 3 huruf c Permenkes 15/2014).
Sedangkan
larangan yang mesti dijauhi tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan
kesehatan misalnya tidak memberikan susu formula bayi dan/atau produk bayi
lainnya. Larangan tersebut dikecualikan atas indikasi medis, ibu tidak ada,
atau ibu terpisah dari bayi (Pasal 2 huruf d dan Pasal 3 huruf d Permenkes
15/2014).
Dari
ketentuan di atas dapat diketahui bahwa pada prinsipnya dokter, rumah
sakit atau tenaga kesehatan seperti yang Anda tanyakan, tidak boleh memberikan
susu formula kepada bayi. Walaupun ada pengecualiannya yaitu atas indikasi medis, ibu
tidak ada, atau ibu terpisah dari bayi.
Hal
ini juga terdapat dalam Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (1) jo. Pasal 15
jo. Pasal 7 PP ASI, yang berbunyi:
Pasal 17 ayat (1) PP ASI:
“Setiap Tenaga Kesehatan dilarang memberikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya
yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif kecuali dalam hal
diperuntukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.”
Pasal 18 ayat (1) PP ASI:
“Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang memberikan Susu Formula
Bayidan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI
Eksklusif kepada ibu Bayi dan/atau keluarganya, kecuali dalam hal diperuntukkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.”
Pasal 15 PP ASI:
“Dalam hal pemberian ASI Eksklusif tidak dimungkinkan berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bayi dapat diberikan Susu
Formula Bayi.”
Pasal 7 PP ASI:
“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak berlaku dalam hal
terdapat:
a.
indikasi medis:
b.
ibu tidak ada; atau
c.
ibu terpisah dari Bayi.”
Indikasi
medis yang memungkinkan susu formula diberikan kepada bayi diatur dalam Pasal 7 ayat (1)Permenkes 39/2013,
yaitu:
a.
Bayi yang hanya dapat menerima susu dengan
formula khusus;
b.
Bayi yang membutuhkan makanan lain selain ASI
dengan jangka waktu terbatas;
c.
kondisi medis ibu yang tidak dapat memberikan
ASI Eksklusif karena harus mendapatkan pengobatan sesuai dengan standar
pelayanan medis;
d.
kondisi medis ibu dengan HbsAg (+), dalam hal
Bayi belum diberikan vaksinasi hepatitis yang pasif dan aktif dalam 12 (dua
belas) jam; dan
e.
keadaan lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Penentuan
ada tidaknya indikasi medis seperti disebut di atas dilakukan oleh dokter (Pasal
7 ayat (2) Permenkes 39/2013). Dalam hal di daerah tertentu tidak terdapat
dokter, penentuan adanya Indikasi Medis dapat dilakukan oleh bidan atau perawat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 7 ayat (3)
Permenkes 39/2013).
Sedangkan
keadaan ibu ‘tidak ada atau ibu terpisah dari bayi’ yang memungkinkan pemberian
susu formula, meliputi: (lihat Pasal 13 Permenkes 39/2013)
a.
ibu meninggal dunia, sakit berat, sedang
menderita gangguan jiwa berat;
b.
ibu tidak diketahui keberadaannya; atau
c.
ibu terpisah dari Bayi karena adanya bencana
atau kondisi lainnya dimana ibu terpisah dengan bayinya sehingga ibu tidak
dapat memenuhi kewajibannya atau anak tidak memperoleh haknya.
Dalam
hal terjadi indikasi medis, dokter atau rumah sakit harus mendapat persetujuan
Ibu bayi/keluarganya terlebih dulu untuk memberikan susu formula. Persetujuan
itu diberikan setelah ibu bayi/keluarganya mendapatkan penjelasan dan peragaan
terlebih dulu atas penggunaan dan penyajian susu formula. (Pasal 14 Permenkes
39/2013).
Jika
dokter, tenaga kesehatan dan rumah sakit tak mengindahkan ketentuan mengenai
ASI eksklusif dan susu formula di atas, pemerintah dapat menjatuhkan sanksi
administratif. Sanksi tersebut dapat berupa: teguran lisan, teguran tertulis,
dan/atau pencabutan izin. (Pasal 29 PP ASI dan Pasal 7 Permenkes 15/2014).
Para
pihak, baik pelapor dan terlapor, dapat mengajukan keberatan atas sanksi
administratif yang dijatuhkan. Jangka waktu pengajuan keberatan adalah tujuh
hari kerja setelah sanksi administratif diterima. (Pasal 26 Permenkes 15/2014).
Demikian
jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif;
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2013 tentang Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya;
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif bagi Tenaga Kesehatan, Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Penyelenggara Satuan Pendidikan Kesehatan, Pengurus Organisasi Profesi di Bidang Kesehatan, serta Produsen dan Distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk Bayi Lainnya yang Dapat Menghambat Keberhasilan Program Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif.
Semoga bermanfaat.
Bijaklah dalam berkomentar.
EmoticonEmoticon