Resume
diskusi dalam acara "LGBT Marak, Bagaimana Sikap Kita?" @Indonesia Lawyer Club TV ONE, 16 februari 2016.
Saya resume
dari 3 pandangan psikiater.
1.
Elly Risman (psikiater dan praktisi parenting)
Seks dan
seksualitas itu berbeda. Seks adalah alat kelamin dan permasalahan yg ada
seputar keduanya. Seksualitas adalah bagaimana tampilan seseorang.
5 tahap
perkembangan yg harus diperhatikan orangtua, yg seringkali luput adl
perkembangan seksualitas. Usia kritis 3-4 thn bagaimana anak didandani, dsb.
3 hal
penting yg berpengaruh:
- Parents
- Peers
- Lingkungan
Sudahlah
ketiganya tidak jelas, agama disubkontrakkan kepada orang lain. Pemahaman,
pengenalan agama luput dari orang tua. Faktor ayah sangat signifikan. Negara kita
fatherless country. Kurang peran ayah.
Terakhir adalah
pornografi, saat ini siapa yang tidak bisa melihat, tidak punya gadget dan
bahayanya adalah paparan pornogragi. Yang dilihat anak kegiatan seks sejenis yang
sedang marak, keluar cairan dopamin yang membuat anak kecanduan. Otaknya belum
bersambungan, sehingga terjadi kerusakan otak.
Jangan
sampai kemudian beralih ke perilaku seks menyimpang.
2. Dr.
Fidiansyah (Psikiater
dari segi agama)
Selama ini
terjadi dikotomi antara ilmu pengetahuan dan menghilangkan aspek spiritualitas.
Padahal aspek kesehatan mental itu mencakup fisik, psikis dan spiritual.
LGBT itu
masih termasuk gangguan jiwa dalam ilmu psikiatri. Ada dalam textbook.
Membuat sebuah
diagnosis tidak berarti diskriminasi, justru ketika terjadi sesuatu yg dialami
kami ingin membantu.
Ada proses
konseling dan terapi. Ada 4 aspek:
- Biologi
- psikologi
- Kognitif
- Modifikasi perilaku sosial lingkungan
dan jika
permasalahannya pada pemahaman agama maka dibantu untuk kembali pada pemahaman
agama. Semua harus holistik.
Apa bisa
LGBT menular?
Bisa. Perilaku
manusia mengikuti pola kemudian menjadi karakter dan pembiasaan sehingga
melekat.
3. Dr. Darmawan
A. Purnama (Psikiater
seksual dan perkawinan)
Tujuan
psikiater membantu. Menurut WHO gangguan itu kalau ada disfungsi dan distress.
Di buku saku
hal 111-115 ada ttg gangguan jiwa. Tapi intinya apakah org yg disebut dgn LGB-T
(putus karena T nya jelas-jelas gangguan, yang LGB ada catatatn bahwa itu
orientasi). Orang dgn LGB-T harus dilihat apakah ada disfungsi dan distress?
Ada yg
namanya dorongan seksual dan perilaku seksual.
Dalam
textbook, dorongan seksual bisa diargumenkan ada kelainan di otak. Dlm hal ini
dorongan tidak bisa memilih. Ada pasien laki2 usia 5,5 thn ereksi klo melihat
pakaian dlm laki2...
Ada 1 pasien
biseksual, sudah menikah tp klo melihat remaja laki2 ia ingin kenalan, bermain
dgnnya. Lalu dianalogikan oleh saya. Saya heteroseksual, tapi tidak serta merta
dorongan seksual itu harus diikuti. Karena
terikat perkawinan.
Kalau yg
homoseksual murni sulit untuk diubah. Perlu ada pendidikan pranikah, bagaimana
mempersiapkan diri mendidik anak, mengasuh anak. Sayangnya di Indonesia
pendidikan seksual pun blm ada.
Kaum LGB-T
harus dibantu, yg tidak boleh itu propagandanya. Seperti kata Bu Erlinda dari
KPAI bagaimana propaganda LGBT yang memberikan informasi yang tidak benar kepada
anak-anak bahkan disertai pornografi.
sumber: whatsapp
Bijaklah dalam berkomentar.
EmoticonEmoticon